Jumat, 07 November 2014
Nama : Khusnul Khotimah
Kelas : 3pa11 (14512099)
Tugas : Softskill 2 (Psikologi Manajemen)
A. Teori Motivasi
Menurut
McClelland (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) motivasi sendiri merupakan
istilah yang lebih umum, yaitu suatu istilah yang dipergunakan untuk
keseluruhan fenomena yang melibatkan tingkah laku individu sebagai hasil suatu
rangsang situasi atau motif .
Teori
yang dikembangkan oleh McClelland (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) menjelaskan
tentang kebutuhan-kebutuhan individu atau ada yang menyebutnya dengan motif
motif yang menjadi dasar perilaku, yaitu motif untuk berprestasi, motif untuk
berkuasa dan motif untuk berafiliasi.
a. Motif untuk berprestasi (n-Ach)
Motif yang mendorong seseorang untuk mencapai
keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal dari
standar prestasinya di waktu lalu maupun prestasi orang lain. Mereka yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai pekerjaan yang memiliki tanggung
jawab pribadi, memperoleh umpan balik dan beresiko sedang. Mereka tidak menyukai
keberhasilan yang didapatkan secara kebetulan. Tujuan yang ditetapkan oleh
mereka juga merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga tidak
terlalu mudah.
b.
Motif
untuk berkuasa (n-pow)
Motif yang mendorong seseorang mengambil kendali
untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain. Orang yang memiliki kebutuhan ini
cenderung bertingkah laku otoriter. Dalam memberikan bantuan kepada orang lain,
mereka tidak memberikannya secara tulus, keinginan dasarnya adalah agarorang
lain menjadi menghormatinya.Pemberian bantuan digunakan untuk menunjukkan
kelebihan diri mereka. Ciri-ciri orang yang memiliki motif berkuasa tinggi antara
lain adalah suka terhadap perubahan status, senang mempengaruhi orang lain,
cenderung membantu tanpa diminta, dan terlibat dalam kegiatan sosial yang
melambangkan prestise.
c.
Motif
untuk berafiliasi (n-aff)
Motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain. Yang menjadi tujuan di sini adalah suasana yang
penuh dengan keakraban dan keharmonisan. Dengan motif berafiliasi, orang
terdorong untuk membentuk, menjaga, atau memperbaiki hubungan baik atau persahabatan
dengan orang lain. Mereka lebih menyukai situasi yang kooperatif daripada
situasi yang kompetitif dan mereka akan berusaha untuk menghindari konflik.
Ciri-ciri mereka dengan motif afiliasi yang tinggi adalah senang berada dalam
suasana hubungan yang akrab dengan orang lain, risau bila harus berpisah dengan
orang yang sudah kenal baik, dan dalam bekerja melihat dengan siapa mereka
bekerja.
McClelland
(dalam Maryanti & Meinawati, 2007) juga mengemukakan bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi tersebut dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi,
serta peluang yang tersedia. Energi ini akan dimanfaatkan oleh karyawan karena
oleh kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat, harapan keberhasilan,
nilai insentif yang terlekat pada tujuan. Menurut McClelland, Atkinson, Clark,
& Lowell (dalam Maryanti & Meinawati,2007) , motivasi berprestasi
merupakan tujuan dari individu agar berhasil dalam persaingan dengan standar
tinggi. Individu mungkin akan gagal mencapai tujuan ini, tetapi memungkinkan
individu tersebut untuk mengidentifikasikan tujuan yang akan dicapai.
McClelland mengemukakan bahwa
motivasi berprestasi berkaitan dengan hasrat atau keinginan individu untuk
melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, bukanlah untuk memperoleh
penghargaan sosial atau prestasi melainkan untuk mencapai kepuasan batin dalam
dirinya. McClelland juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki motivasi yang
tinggi akan lebih memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan
kinerja dan belajar lebih baik. McClelland (dalam Maryanti & Meinawati, 2007)
memberikan batasan terhadap motivasi berprestasi sebagai motif untuk mencapai
suatu standar pencapaian atau keahlian. Berdasarkan penelitiannya, McClelland
berpendapat bahwa untuk menemukan motivasi yang mendasari suatu tingkah laku, cara
yang terbaik adalah dengan menganalisa motif yang ada dalam fantasi seseorang
karena motivasi tidak dapat dilihat begitu saja dari tingkah laku. Selanjutnya
McClelland berpendapat bahwa motivasi berprestasi dapat ditingkatkan dengan
jalan latihan-latihan. Jadi motivasi berprestasi ini dapat dikembangkan pada
segala tingkatan umur
Adapun karakteristik individu
dengan moti-vasi tinggi atau rendah sebagaimana telah dikemukakan oleh
Mc.Clelland dan Winter (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) ada 6 faktor yang
membedakan tingkat motivasi tinggi atau rendahnya seseorang, yaitu:
a. Tanggung Jawab
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merasa
bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan tidak akan meninggalkan
tugas tersebut sebelum berhasil menyelesaikannya. Sedangkan individu yang
memiliki motivasi berprestasi rendah kurang merasa bertanggung jawab akan tugas
yang dikerjakannnya dan cenderung menyalahkan hal-hal di luar dirinya.
b. Resiko Pemilihan Tugas
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan
memilih tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang. Walaupun tugas tersebut
sulit baginya, tetapi orang tersebut akan tetap berusaha menyelesaikan tugas
tersebut, dan berani menanggung resiko bila mengalami kegagalan. Sedangkan
individu yang memiliki motivasi rendah akan memilih tugas yang sangat mudah, ia
yakin akan berhasil dalam mengerjakannya dan apabila mengalami kegagalan ia
akan menyalahkan tugas tersebut.
a. Waktu Penyelesaian Tugas
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan brusaha
menyelesaikan setiap tugasnya dengan waktu secepat mungkin, sedangkan individu dengan
motivasi berprestasi rendah kurang berusaha dalam menyelesaikan tugas tersebut
dalam waktu yang cepat dan cenderung menunda-nunda waktu penyelesaian.
b.
Umpan
Balik
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai
umpan balik yang diberikan orang lain atas pekerjaan yang telah dilakukannya.
Dengan umpan balik atas keberhasilan akan membuat individu memahami efektivitasnya
dan akan terdorong untuk meningkatkannya. Sedangkan umpan atas kegagalan akan
membuat motivasi untuk memperbaikinya. Individu bermotivasi prestasi rendah
kurang menyukai umpan balik karena umpan balik dianggapnya kesalahan yang ia
lakukan dan ia akan gagal serta usahanya akan menjadi sia-sia.
a.
Keinginan Menjadi yang Terbaik
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu berusaha
menunjukkan hasil kerja, mungkin dengan tujuan meraih predikat yang terbaik.
Sedangkan individu dengan motivasi berprestasi rendah menjadi yang terbaik
bukanlah prioritas utama sehingga mereka kurang berusaha secara maksimal.
b.
Kreatif dan Inovatif
Individu yang memiliki motivasi berprestasi berprestasi
tinggi cenderung kreatif dan kurang menyukai pekerjaan yang selalu rutin
dikerjakan, sedangkan individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan
memilih tugas yang sudah berstruktur sehingga ia tidak perlu lagi menentukan
sendiri bagaimana cara mengerjakannya.
Teori motivasi dua faktor atau
Herzberg's Two Factors Motivation Theory menyatakan tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam memotivasi bawahan (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) yaitu
:
1. Hal-hal yang mendorong
karyawan adalah pekerjaan yang menantang mencakup perasaan untuk berprestasi,
bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya
pengakuan atas pekerjaannya itu.
2. Hal-hal yang mengecewakan
karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan,
peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, jabatan, hak, gaji, tunjangan, dll.
3. Karyawan kecewa jika peluang
untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya
serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg juga mengatakan bahwa
orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi dua faktor yang merupakan
kebutuhan (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) yaitu :
a.
Maintenance Factor (Hygiene factor)
Adalah
faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh ketentraman badaniah. Faktor-faktor ini meliputi gaji, kondisi kerja
fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, tunjangan, dll.
Hilangnya faktor-faktor ini akan menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan
absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar.
b.
Motivation Factor (Satisfier factor)
Adalah
faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan
sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan,
seperti fasilitas yang memadai, penempatan yang tepat, dll. Jika kondisi ini
tidak ada, maka tidak akan menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
Serangkaian faktor ini meliputi prestasi (achievement), pengakuan (recognition),
pekerjaan itu sendiri (the work it self), tanggung jawab (responsibility),
kemajuan (advancement), dan pengembangan potensi individu (the possibility of
growth). Rangkaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya
yakni kandungan pekerjaan pada tugasnya.
Menurut
Herzberg cara terbaik untuk memotivasi karyawan adalah dengan memasukkan unsur
tantangan dan kesempatan guna mencapai keberhasilan dalam pekerjaan mereka. Penerapannya
dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment), yaitu suatu teknik untuk
memotivasi yang melibatkan upaya pembentukan kelompok-kelompok kerja natural,
pengkombinasian tugas-tugas, & pembinaan hubungan dengan klien. Pengayaan
pekerjaan ini merupakan upaya motivator seperti kesempatan untuk berhasil dalam
pekerjaan dengan membuat pekerjaan lebih menarik dan lebih menantang.
Maslow (dalam
Maryanti & Meinawati,2007) Menyatakan bahwa motivasi manusia bergantung pada
pemenuhan susunan hierarkis kebutuhan. Kebutuhan itu menentukan cara bagaimana
orang bertingkah laku dan motivasi diri mereka sendiri. Kebutuhan yang lebih
rendah harus dipenuhi sebelum bergerak ke arah kebutuhan yang lebih tinggi.
Ketika masing-masing kebutuhan dipenuhi, kebutuhan selanjutnya dalam hierarki
itu segera timbul. Maslow mencatat lima kategori utama yang dimulai dari
kebutuhan tingkat terendah.
Kebutuhan
dasar adalah memenuhi dorongan-dorongan biologis, tingkat kedua mengembangkan
kebutuhan untuk bebas dari ancaman fisik dan psikologis. Tingkat ketiga menampung
kebutuhan-kebutuhan dicintai dan diterima oleh orang lain. Secara berurutan, ketiga
tingkatan yang pertama termasuk kelompok A dan dipandang sebagai kebutuhan akan
ketenangan. Maslow percaya bahwa jika kebutuhan-kebutuhan ini tidak dipenuhi,
maka seseorang akan gagal berkembang menjadi orang yang sehat baik secara
jasmani maupun rohani. Kelompok B merupakan dua tingkatan yang terakhir, yaitu
penghargaan dan realisasi yang dikenal sebagai kebutuhan pertumbuhan. Kebutuhan
ini harus dipenuhi jika seseorang ingin menumbuhkan dan mengembangkan potensi
mereka sepenuhnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut
Maslow
a)
Kebutuhan Fisiologi (Dasar) Rasa lapar Haus
Mengantuk Sex
b)
Kebutuhan Keamanan (Emosional dan Fisik)
Keamanan Perlindungan Kehangatan
c) Kebutuhan Sosial (Persamaan Kelompok)
Kelompok-kelompok pribadi Kegiatan-kegiatan sosial Pengakuan dari pihak lain
Cinta
d) Penghargaan (Diri dan Orang Lain) Kepercayaan
diri Prestasi Perhatian Penghargaan Penghormatan
e) Realisasi Diri (Pemenuhan, Kedewasaan, Kearifan)
Pertumbuhan Pengembangan pribadi Penyempurnaan
Teori harapan (Expectancy) dikemukakan oleh
Victor Vroom (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) yang menyatakanbahwa kekuatan
yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya
tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan
dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaannya akan memberikan
pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya itu.
Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya maka ia
akan bekerja keras pula. dan sebaliknya
Menurut
Vroom (dalam Maryanti & Meinawati, 2007) faktor dalam memunculkan motivasi
kerja individu adalah atasan, isi pekerjaan, gaji, dan kesempatan untuk maju.
Faktor atasan adalah bagaimana hubungan yang terjalin dengan atasan berlangsung
baik dan mengakui otoritas atasan. Isi pekerjaan adalah bagaimana pekerja
mengetahui isi dari uraian pekerjaan yang dikerjakannya dan mengetahui fungsi
bagian kerjanya dalam proses rangkaian kerja keseluruhan. Kemudian gaji adalah
kesesuaian
antara
upah yang diterima dengan pekerjaan atau tugas yang dikerjakannya. Perbandingan
upah dengan karyawan lain pada perusahaan berbeda-beda. Faktor terakhir adalah kesempatan untuk maju,
sejauh mana peluang karir yang tersedia bagi dirinya di perusahaan tersebut
meliputi perbandingan kesempatan karir dengan rekan kerja lain dan perbandingan
peluang kerja di perusahaan lain.
B. Pola Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan otokratis merupakan
pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri yang selalu menganggap organisasi
sebagai milik pribadi, mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi,
menganggap bawahan sebagai alat semata, tidak mau menerima kritik dan saran,
terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya, dalam tindakan pergerakannya
sering mempergunakan pendekatan paksaan dan bersifat menghukum biasanya gaya
kepemimpinan seperti ini digunkan saat situasi mengawasi karyawan yang kurang
disiplin saat bekerja , situasi perusahaan yang kurang kondusif dan saat memperingati
karyawan yang kurang bertanggung jawab. Sugandi (Tumbol,Tewal,Sepang, 2014)
Gaya
Kepemimpinan Demokratik yaitu gaya kepemimpinan yang memiliki
karakteristik sebagai berikut, dalam proses pergerakan bawahan selalu bertitik
tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dalam
kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran,
pendapat bahkan kritik dari bawahan; selalu berusaha menjadikan bawahannya
sukses dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadi sebagai pemimpin ,
biasanya gaya kepemimpinan seperti ini digunakan perusahaan saat situasi rapat
agar karyawan dapat mengeksplor pemikirannya dan ide kreatifnya Sugandi (Tumbol,Tewal,Sepang, 2014)
Gaya
Kepemimpinan Permisif / Laissez
Faire Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala
sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksanakan fungsi pemeliharaan
saja. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering bepergian atau
yang hanya bertugas sementara.yaitu gaya kepemimpinan yang lebih mengutamakan
relation oriented (Orientasi hubungan) dari pada result oriented (Penyelesaian
tugas). Gaya kepemimpinan seperti ini biasanya digunakan saat situasi pemimpin sering
pergi ke luar kota dan tidak bisa menghandle atau mengawasi keadaan kantor
secara langsung.
Referensi
:
Tumbol,L.C.,Tewal,B.,Sepang,L.J.(2014).Gaya
kepemimpinan otokratis,demkratik dan Laissez faire
terhadap peningkatan prestasi kerja karyawan pada kpp pratama manado. Jurnal EMBA,
vol.2.no.1.38-47.
terhadap peningkatan prestasi kerja karyawan pada kpp pratama manado. Jurnal EMBA,
vol.2.no.1.38-47.
Maryanti,S.,Meinawati,R..(2007).Peran
motivasi berprestasi terhadap prestasi kerjapada agen yang
bekerja dikantor operasional pondok gede dan kalimalang ajb bumiputera 1912 cabang
jakarta timur. Jurnal psikologi,vol.5.no.1.
bekerja dikantor operasional pondok gede dan kalimalang ajb bumiputera 1912 cabang
jakarta timur. Jurnal psikologi,vol.5.no.1.
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar