Sabtu, 02 Mei 2015
Terapi keluarga Nama : Khusnul khotimah
kls : 3pa11 (14512099)
Tugas Softskill Psikoterapi
Sebuah keluarga adalah sebuah sistem sosial yang alami,
dimana seseorang menyusun aturan, peran, struktur kekuasaan, bentuk komunikasi,
cara mendiskusikan pemecahan masalah sehingga dapat melaksanakan berbagai
kegiatan dengan lebih efektif. Keluarga nuclear terdiri atas suami, isteri dan
anak. Keluarga nuclear yang diperluas : keluarga nuclear ditambah dengan kakek,
nenek, dan keluarga lain; keluarga tiri, orang tua single menikah dengan orang
lain; keluarga campur; dua orang tua single yang membawa anak-anak mereka
bersatu dalam satu keluarga; keluarga tunggal yaitu individu dengan anak-anak
yang tidak pernah kawin, yang bercerai, atau janda duda mati, keluarga yang
terdiri atas kakek nenek dengan cucu-cucunya, keluarga yang mengadopsi anak.
keluarga tunggal yaitu individu dengan anak-anak yang tidak pernah kawin, yang
bercerai, atau janda duda mati, keluarga yang teridiri atas kakek nenek dengan
cucu-cucunya, keluarga yang mengadopsi anak (Ahmasitoh, 2012).
Definisi
Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui
permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simptom dan cara
pemecahannya. Model terapi yang diterapkan dalam keluarga antara lain
Experiential/Humanistic, Bowenian, Psikodinamika dan Behavioral (Ahmasitoh,
2012).
Terapi keluarga merupakan contoh pendekatan “sistematik”
untuk memahami memodifikasi perilaaku pengalaman yang bermasalah, keluarga atau
system social lain,lebih menjadi focus pemahaman dan intervensi dibandingkan
pasien sendiri. Masalah pada pasien dilihat sebagai fungsi strategic untuk
mempertahankan beberapa aspek fungsi
keluarga. Tugas ahli terapi adalah untuk mengidentifikasi fungsi ini dan
membantu keluarga untuk melakukan tindakan yang lebih adaptif, Ahli terapi
keluarrga dapat menggunakan modifikasi perilaku langsung terhasap suatu gejala,
tidak hanya sebagai tujuan tarapeutik (Davis & Craig 2009)
Cara
melakukan Terapi Keluarga
Jika
konselor/terapist melakukan intervensi terhadap keluarga atau pasangan,
seluruh
anggota keluarga hendaknya terlibat bersama. Hal ini disebut Conjoint Conseling/Therapy, karena seluruh keluarga
dilihat sebagai kelompok tunggal. Jadi permasalahan tidak hanya didiskusikan
dengan satu atau dua anggota keluarga saja. Konseling/terapi ini memliki
keuntungan membawa seluruh anggota keluarga secara langsung dalam proses
terapi. Hal ini memungkinkan adanya kesepakatan untuk bekerjasama untuk
perubahan dan memperkecil kemungkinan anggota keluarga yang lain memberikan
bimbingan yang berbeda Menurut Kendall (dalam Hasnida, 2002).
Familiy Conseling/Therapy merupakan satu bentuk intervensi
yang ditujukan bagi penyelesaian masalah keluarga. Pendekatan pada intervensi
ini sangat concerned dengan struktur keluarga (baik dalam bentuk dyad maupun
triad). Yang dimaksud dengan dyad adalah 2 orang yang diamati dan diperlakukan
sebagai 1 unit, biasanya parental dyad. Sedangkan triad adalah 3 orang yang
diamati sebagai 1 unit. Yang diobservasi adalah bagaimana para anggota keluarga
berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang
menjadi focus dari Familiy Conseling/Therapy, yaitu :
v Mengubah
sekuen perilaku diantara anggota keluarga.
v Memberanikan
anggota keluarga untuk berpendapat beda dari yang lain.
v Mengusulkan
beberapa alliance (persekutuan atau perserikatan) dan
v melemahkan
beberapa yang lain. Menurut Perez (dalam Hasnida, 2002).
v Jadi,
focus dari Family Conseling/Therapy lebih pada outcome dan perubahan, bukan
pada metodenya itu sendiri. Ukuran dari keberhasilan konseling/terapi adalah
bila ada perubahan dalam family construct. yang terutama diperhatikan adalah
“relationship” di antara anggota keluarga. Apa yang diinterpretasi adalah
suasana yang diciptakan oleh relasi keluarga itu dan bukannya symptom-symptom
yang muncul Menurut Perez (dalam Hasnida, 2002).
(Hasnida,
2002) Family Conseling/Therapy dapat didefinisikan sebagai suatu proses
interaktif yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan homeostasis,
sehingga setiap anggota keluarga dapat merasa nyaman (comfortable). Dengan
maksud tersebut, conselor/terapist bekerja berdasarkan beberapa asumsi, yaitu:
1. Manifestasi keluhan salah satu anggota keluarga tidak
datang dari dirinya
sendiri,
tetapi sebagai hasil interaksinya dengan satu atau lebih anggota
keluarga
lainnya.
2. Satu atau dua nggota keluarga mungkin saja menunjukkan
perilaku yang
well-
adjusted. Gambaran ini menunjukkan bahwa “identified patient” tidak
selalu
berarti penderita.
3. Bila keluarga secara kontinu mengikuti terapi, maka ini
berarti ada motivasi
yang tinggi untuk menghasilkan kondisi homeostasis.
4. Relasi orangtua akan mempengaruhi relasi di antara
seluruh anggota
keluarga Menurut Perez (dalam Hasnida, 2002).
TUJUAN / MANFAAT FAMILY
COUNSELING
Secara umum, tujuan
family conseling/therapy adalah :
1.
Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional menghargai
bahwa dinamika kelurga saling
bertautan di antara anggota keluarga.
2.
Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan bila anggota
keluarga mengalami problem,
maka ini mungkin merupakan dampak dari satu
atau lebih persepsi, harapan,
dan interaksi dari anggota keluarga lainnya.
3.
Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai dengan
keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang
akan menumbuhkan dan
meningkatkan keutuhan keluarga.
4.
Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak relasi parental
terhadap
anggota keluarga Menurut Perez (dalam
Hasnida, 2002).
Secara
khusus, family conseling/therapy bertujuan untuk :
1.
Membuat semua anggota keluarga dapat mentoleransikan cara atau perilaku
yang unik (idiosyncratic) dari
setiap anggota keluarga.
2.
Menambah toleransi setiap anggota keluarga terhadap frustrasi, ketika terjadi konflik
dan kekecewaan, baik yang dialami bersama keluarga atau tidak bersama keluarga.
3.
Meningkatkan motivasi setiap anggota keluarga agar mendukung, membesarkan hati,
dan mengembangkan anggota lainnya.
4. Membantu mencapai persepsi parental yang
realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga Menurut Perez (dalam
Hasnida, 2002).
Contoh kasus yang dapat
diselesaikan
a.
Konflik
peran
Konflik
peran terjadi ketika dua atau lebih anggota keluarga berselisih paham tentang
suatu
peran. Contoh: ayah tiri mengambiltanggung jawab pendisiplinan, sedang istrinya
menganggap itu sebagai tugasnya
b.
Kebalikan peran
Kebalikan
peran mencakup anggota keluarga sementara memegang peran yang
berlawanan
dengan peran-peran yang biasanya dilakukan. Contoh: anak perempuan berangan apa
yang sesuai untuk dilakukan ibunya apabila anaknya perempuan melanggar aturan
jam malam
contoh yang menggambarkan
terapi keluarga.
pendekatan
positive family therapy guna membantu para remaja ataupun dewasa awal pecandu
narkoba. Dari sekian banyak klien ternyata pendekatan ini sangat efektif dan
secara rata-rata hanya memerlukan tiga kali sesi therapy dimana dari follow up
satu bulan kemudian didapat laporan dari klien maupun keluarga tentang adanya
perubahan positif. Tiga sesi yang dilakukan sendiri meliputi :
(1)
acceptance and explore positive feelings session,
(2) empower strengthens and build optimism
planning,
(3)
evaluation. Tingginya efektifitas positive family therapy berakar dari :
Ø penerimaan
penuh akan kondisi klien dan keluarga,
Ø strengthens
dan resilience focused memfasilitasi lebih cepat cairnya karat emosi tanpa
menggores ulang trauma, membangkitkan rasa cinta, melahirkan optimisme dan
harapan,
Ø pelibatan
keluarga sebagai akar sekaligus sumber resiliensi klien.
TAHAPAN POSITIVE FAMILY THERAPY
v Pre-session
Orang
tua umumnya datang ke konseling terapi untuk meminta bantuan terapis agar dapat
“menyembuhkan” anak remajanya yang kecanduan narkoba (fix what’s wrong).
Umumnya mereka datang dengan luapan keluhan dan rentetan penyalahan terhadap
perilaku anak ataupun pasangannya. Mereka mengungkapkan kekecewaan dan
kemarahannya (pada anak, pasangan, keadaan, Tuhan, dan terakhir baru pada diri
sendiri) dan selanjutnya meminta (kalau tidak dapat dikatakan instruksi)
terapis entah bagaimana caranya agar anak berhenti dari kecanduannya
v Acceptance
and explore positive feelings session
Bagaimanapun
perilaku seorang anak, ia tetaplah harapan, curahan cinta, dan juga pada masa
kecilnya menjadi memori kebahagiaan orang tua. Eksplorasi rasa cinta dari orang
tua terhadap anak, kenangan pengalaman-pengalaman menyenangkan bersama anak,
kelucuan anak, pemberian kesempatan orang tua menyampaikan dan mengekspresikan
rasa sayangnya pada anak baik melalui ucapan dan pelukan (suatu hal yang selalu
ternyata hilang dari keluarga remaja pecandu narkoba), dan terakhir penyampaian
harapan orang tua terhadap anak, pasangan, serta diri sendiri, teryata mampu
secara drastis mengubah atmosfer konseling terapi. melalui fase ini orang tua
kemudian menyadari bahwa masalah anak adalah tanggung jawab bersama mereka
v Empower strengthens and build optimism
planning
Pada
pertemuan kedua, evaluasi pelaksanaan ativitas yang telah direncanakan pada
akhir sesi pertama dan sekaligus penguatan-penguatan emosi positif yang telah
terekspresikan dapat menjadi pengantar (prolog) sesi ini.
v Evaluation.
Jika
sesi pertama dan kedua berjalan baik, sesi ketiga hanya membicarakan
pelaksanaan dari segala hal yang telah direncanakan pada sesi sebelumnya. Fokus
bukan pada kendala yang terjadi dan siapa yang menyebabkan terjadinya kegagalan
melainkan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut (solution
focus) dan bagaimana langkah terbaik untuk pengembangan diri lebih jauh (long
term planning).
(topik
sesi 1) dan pembuatan rencana pengembangan diri (topik sesi 2). Hal ini terjadi
karena progres yang ditunjukkan belum cukup memuaskan, yang indikatornya adalah
: prosentase pewujudan rencana yang rendah, dan masih kuatnya pesimisme dan
pengkambing hitaman (scape goat) pihak lain. Apabila indikasi diatas masih
muncul namun proses evaluasi akhir tetap dilakukan, bisa diprediksi perubahan
tidak akan terjadi dan klien akan kembali lagi pada kecanduannya (Yuniardi, 2010)
Daftar
Pustaka :
Hasnida.
2002. Family Counseling. Sumatera
utara. : Universitas Sumatera Utara
Almasitoh, H.Ummu. (2012).
Model Terapi Dalam Keluarga. Jurnal
Psikologi. .No.80. Universitas UNWIDHA Klaten
Davies, T., & Craig, TKJ. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Langganan:
Postingan
(Atom)